M
|
enjadi
seorang murid di jurusan Bahasa tidak membuat Maria Florencia Erica Susanto
menjadi minder. Justru gadis periang ini merasa nyaman berada di jurusan yang
mempelajari Bahasa dan Sastra Indonesia, Inggris, Jepang, dan Antropologi.
Waktu
kecil, gadis yang kadang disapa Ericas ini telah memiliki cita-cita untuk
menjadi seorang dokter. Kebetulan, pada waktu SMP nilai biologinya juga bagus.
Waktu itu Ericas menganggap menjadi dokter itu sangat keren karena bisa
membantu orang. “Terus juga bisa pakai jas putih....,” ujar Casu—panggilannya
ketika di kelas—sambil tertawa.
Kemudian,
Casu sempat bertanya-tanya kepada salah satu saudaranya yang sedang menempuh
studi kedokteran di bangku kuliah di Universitas Airlangga Surabaya. Di rumah
saudaranya, ia melihat satu rak buku yang lumayan besar yang penuh dengan
buku-buku biologi. “Ini sudah sampai spesialis, kah?,” tanya Casu polos. “Ya
belum, lah!,” jawaban saudaranya membuat Casu merasa sedikit putus asa.
Nyalinya sedikit menciut setelah melihat jumlah buku pelajaran yang sangat
banyak dan tebal tersebut. Namun, semangat untuk meraih cita-cita menjadi
seorang dokter masih saja membara dalam dirinya.
Pertama
kalinya cita-cita menjadi dokter mulai ia ragukan ketika ia mendapatkan sebuah
luka. Luka yang lumayan besar dan dalam di lututnya. “Sakitnya sih, tahan.
Maksudnya sakitnya itu gak seberapa, tapi entah kenapa waktu lihat lukanya,
sudah nangis. Tapi waktu sudah lihat darahku keluar, nangisku tambah kencang,”
katanya.
Kedua,
pernah ada kecelakaan yang terjadi di Kediri dan foto dari kecelakaan tersebut
menjadi sangat viral di salah satu platform media sosial yang cukup populer, Facebook. Dan saat itu ada salah satu
teman Casu yang menunjukkan padanya salah satu foto korban kecelakaan yang
terlindas truk. Seketika Casu langsung mual dan muntah. “Karena menurutku itu
menjijikkan banget,” katanya.

“Terus dari situ, aku kepikiran, kayaknya aku gak cocok deh jadi dokter.” Hal ini dikarenakan dalam pikiran Erica, seorang dokter muda atau yang masih magang pasti diletakkan di UGD. Dan UGD adalah tempat keluar masuknya pasien. “Kalau misalnya ada korban kecelakaan yang sangat parah, masih hidup, dan butuh pertolongan tapi kalau aku gak kuat lihat kemudian muntah, kan gak lucu,” katanya. Menurut Erica, menjadi dokter adalah sebuah pengabdian, bukan hanya untuk gaya-gayaan seperti yang pada awalnya dicita-citakan.
Dari titik itulah, Erica mulai mencari cita-cita lain yang menurutnya bisa membuat dirinya senang atau having fun. Ketika itu adalah suatu masa sedang boomingnya LDP (Last Day Production) dan Kevin Anggara di YouTube. Erica yang menonton mereka berpikir sangat asyik menjadi seorang YouTuber seperti mereka, juga orang-orang yang membuat film terutama kartun Disney. Di situ Casu mulai tertarik untuk membuat film sendiri, dengan ide dari dirinya sendiri. Namun karena keterbatasan waktu dan alat-alat yang tidak tersedia dan orang-orang yang ingin diajak kerjasama juga tidak ada, akhirnya hal itu tidak kunjung terwujud. “Tapi aku masih tetap mau masuk ke jurusan DKV,” lanjutnya. “Ya walaupun sekarang seperti menjadi taruhan dengan mamaku, kalau tidak bisa dapat beasiswa, aku tidak bisa masuk ke jurusan DKV.”

Lalu
pada umurnya yang ke-17 ini, datanglah acara tahunan Agustusan di sekolahnya,
SMAK Kolese Santo Yusup Malang. Salah satunya adalah lomba fashion daur ulang antarkelas. “Sebenarnya itu bukan tugasku, gitu
lho. Tapi yang harusnya ditugaskan itu untuk make up malah tidak mencoba, padahal menurutku itu harus mencoba.
Tema kelasku itu zombie, dan butuh
luka buatan,” jelasnya. Awalnya bahan yang dicari adalah latex, namun harus beli online.
Akhirnya dicari referensi lainnya, dan menemukan cara lain dengan menggunakan
lem Fox.
Karena
Erica tahu itu dari lem, jadi ketika ia mengaplikasikan ke tangannya, ia merasa
biasa saja. Setelah ia mengaplikasikan lem, ia menempelkan tisu di atasnya.
Kemudian, ia mengaplikasikan cat khusus kulit yang berwarna senada dengan
tangannya. Setelahnya, ia memberikan warna biru, merah, dan hitam sehingga ada
kesan seperti agak memar. Sampai ke bagian yang paling jijik—menurut
Erica—adalah ketika mewarnai tisu yang sudah menempel itu.
Pada
awalnya hanya memakai warna merah saja dan gadis yang merupakan anak sulung
dari tiga bersaudara ini masih merasa biasa saja. “Dan waktu itu aku merasa
kayak kalau dilihat-lihat masih biasa saja, kurang realistik. Karena belum
jijik juga sih,” lanjutnya. Setelah itu diberi warna hitam tapi harus berupa
titik-titik dan harus pelan-pelan. Pada tahap ini, Erica sudah mulai merasa
agak jijik. Setelah itu ia memotret luka buatannya dan ia merasa sudah lumayan.
Tapi waktu itu, Erica masih belum puas.
Ia
memberikan sedikit betadine agar ada
kesan lukanya agak basah. Setelahnya ia memotret lagi dan merasa hasilnya sudah
lebih baik. Alumnus SDK Santa Maria II Kediri itu mengunggah foto tersebut ke
platform Instagram. Tak lama kemudian
ada adik kos yang bertanya apakah Casu kecelakaan, dan juga banyak lainnya yang
bertanya hal yang sama. Begitu juga adiknya yang berkata itu menjijikkan tapi
tahu bahwa itu hanyalah make up.
“Dari
situ aku masih takut sih sama darah, ya darah beneran. Tapi kalau yang seperti
kemarin aku buat itu, aku kan tahu prosesnya, kalau itu buatan, jadi ya aku
ngerasa biasa saja sih,” lanjut gadis yang dulunya menempuh pendidikan di SMPK
Santa Maria Kediri ini.
“Ya
menurutku setelah lihat luka buatanku itu, kalau sudah jijik itu artinya sudah
bagus. Jadi ya pesanku sih.... Gunakan segala kelebihan dan kekuranganmu
untuk menghasilkan sesuatu. Seperti kekuranganku takut
darah, kelebihanku bisa mewarna dan mau mencoba, ketika aku gabungkan, bisa
jadi pengalaman baru berupa luka buatan itu,” katanya.
@ElvinAkira, Malang, Rabu, 16 Agustus 2017.
No comments:
Post a Comment