Entri Populer

Tuesday, September 26, 2017

Takut Darah Hingga Membuat Make Up Luka Bakar



M
enjadi seorang murid di jurusan Bahasa tidak membuat Maria Florencia Erica Susanto menjadi minder. Justru gadis periang ini merasa nyaman berada di jurusan yang mempelajari Bahasa dan Sastra Indonesia, Inggris, Jepang, dan Antropologi.
Waktu kecil, gadis yang kadang disapa Ericas ini telah memiliki cita-cita untuk menjadi seorang dokter. Kebetulan, pada waktu SMP nilai biologinya juga bagus. Waktu itu Ericas menganggap menjadi dokter itu sangat keren karena bisa membantu orang. “Terus juga bisa pakai jas putih....,” ujar Casu—panggilannya ketika di kelas—sambil tertawa.
Kemudian, Casu sempat bertanya-tanya kepada salah satu saudaranya yang sedang menempuh studi kedokteran di bangku kuliah di Universitas Airlangga Surabaya. Di rumah saudaranya, ia melihat satu rak buku yang lumayan besar yang penuh dengan buku-buku biologi. “Ini sudah sampai spesialis, kah?,” tanya Casu polos. “Ya belum, lah!,” jawaban saudaranya membuat Casu merasa sedikit putus asa. Nyalinya sedikit menciut setelah melihat jumlah buku pelajaran yang sangat banyak dan tebal tersebut. Namun, semangat untuk meraih cita-cita menjadi seorang dokter masih saja membara dalam dirinya.
Pertama kalinya cita-cita menjadi dokter mulai ia ragukan ketika ia mendapatkan sebuah luka. Luka yang lumayan besar dan dalam di lututnya. “Sakitnya sih, tahan. Maksudnya sakitnya itu gak seberapa, tapi entah kenapa waktu lihat lukanya, sudah nangis. Tapi waktu sudah lihat darahku keluar, nangisku tambah kencang,” katanya.
Kedua, pernah ada kecelakaan yang terjadi di Kediri dan foto dari kecelakaan tersebut menjadi sangat viral di salah satu platform media sosial yang cukup populer, Facebook. Dan saat itu ada salah satu teman Casu yang menunjukkan padanya salah satu foto korban kecelakaan yang terlindas truk. Seketika Casu langsung mual dan muntah. “Karena menurutku itu menjijikkan banget,” katanya.

“Terus dari situ, aku kepikiran, kayaknya aku gak cocok deh jadi dokter.” Hal ini dikarenakan dalam pikiran Erica, seorang dokter muda atau yang masih magang pasti diletakkan di UGD. Dan UGD adalah tempat keluar masuknya pasien. “Kalau misalnya ada korban kecelakaan yang sangat parah, masih hidup, dan butuh pertolongan tapi kalau aku gak kuat lihat kemudian muntah, kan gak lucu,” katanya. Menurut Erica, menjadi dokter adalah sebuah pengabdian, bukan hanya untuk gaya-gayaan seperti yang pada awalnya dicita-citakan.

Dari titik itulah, Erica mulai mencari cita-cita lain yang menurutnya bisa membuat dirinya senang atau having fun. Ketika itu adalah suatu masa sedang boomingnya LDP (Last Day Production) dan Kevin Anggara di YouTube. Erica yang menonton mereka berpikir sangat asyik menjadi seorang YouTuber seperti mereka, juga orang-orang yang membuat film terutama kartun Disney. Di situ Casu mulai tertarik untuk membuat film sendiri, dengan ide dari dirinya sendiri. Namun karena keterbatasan waktu dan alat-alat yang tidak tersedia dan orang-orang yang ingin diajak kerjasama juga tidak ada, akhirnya hal itu tidak kunjung terwujud. “Tapi aku masih tetap mau masuk ke jurusan DKV,” lanjutnya. “Ya walaupun sekarang seperti menjadi taruhan dengan mamaku, kalau tidak bisa dapat beasiswa, aku tidak bisa masuk ke jurusan DKV.”
Ketika gadis yang lahir di Surabaya pada 18 Mei 2000 ini menonton film horor yang ke arah thriller dan berdarah-darah seperti Saw, Jaws, dan lain-lainnya, ia pasti merasa jijik dan tidak berani melihat. Bahkan film action yang ada adegan tembak-tembakan lalu ada luka yang ditunjukkan, ia juga merasa jijik meskipun tahu bahwa itu hanyalah luka buatan. Kebetulan juga sekarang ia suka menonton banyak film, dan orang yang ia sering ajak nonton juga takut akan darah. “Makanya benar-benar say no to darah dan film thriller. Kan gak lucu juga kalau muntah dan pingsan bareng,” tukasnya. “Tapi kalau film horor seperti Anabelle, Conjuring, dan lain-lain, itu aku malah lihat itu tuh merasa biasa aja, walaupun orang lain bilang itu menakutkan dan kayak gak kuat. Tapi setidaknya menurutku itu jauh lebih baik daripada film yang berdarah-darah.”
Lalu pada umurnya yang ke-17 ini, datanglah acara tahunan Agustusan di sekolahnya, SMAK Kolese Santo Yusup Malang. Salah satunya adalah lomba fashion daur ulang antarkelas. “Sebenarnya itu bukan tugasku, gitu lho. Tapi yang harusnya ditugaskan itu untuk make up malah tidak mencoba, padahal menurutku itu harus mencoba. Tema kelasku itu zombie, dan butuh luka buatan,” jelasnya. Awalnya bahan yang dicari adalah latex, namun harus beli online. Akhirnya dicari referensi lainnya, dan menemukan cara lain dengan menggunakan lem Fox.
Karena Erica tahu itu dari lem, jadi ketika ia mengaplikasikan ke tangannya, ia merasa biasa saja. Setelah ia mengaplikasikan lem, ia menempelkan tisu di atasnya. Kemudian, ia mengaplikasikan cat khusus kulit yang berwarna senada dengan tangannya. Setelahnya, ia memberikan warna biru, merah, dan hitam sehingga ada kesan seperti agak memar. Sampai ke bagian yang paling jijik—menurut Erica—adalah ketika mewarnai tisu yang sudah menempel itu.
Pada awalnya hanya memakai warna merah saja dan gadis yang merupakan anak sulung dari tiga bersaudara ini masih merasa biasa saja. “Dan waktu itu aku merasa kayak kalau dilihat-lihat masih biasa saja, kurang realistik. Karena belum jijik juga sih,” lanjutnya. Setelah itu diberi warna hitam tapi harus berupa titik-titik dan harus pelan-pelan. Pada tahap ini, Erica sudah mulai merasa agak jijik. Setelah itu ia memotret luka buatannya dan ia merasa sudah lumayan. Tapi waktu itu, Erica masih belum puas.
Ia memberikan sedikit betadine agar ada kesan lukanya agak basah. Setelahnya ia memotret lagi dan merasa hasilnya sudah lebih baik. Alumnus SDK Santa Maria II Kediri itu mengunggah foto tersebut ke platform Instagram. Tak lama kemudian ada adik kos yang bertanya apakah Casu kecelakaan, dan juga banyak lainnya yang bertanya hal yang sama. Begitu juga adiknya yang berkata itu menjijikkan tapi tahu bahwa itu hanyalah make up.
“Dari situ aku masih takut sih sama darah, ya darah beneran. Tapi kalau yang seperti kemarin aku buat itu, aku kan tahu prosesnya, kalau itu buatan, jadi ya aku ngerasa biasa saja sih,” lanjut gadis yang dulunya menempuh pendidikan di SMPK Santa Maria Kediri ini.
Putri pasangan Herie Susanto dan Juliani ini mengatakan bahwa sekarang ini ia jadi lumayan tertarik untuk mengembangkan dan mendalami make up effect terutama yang efek horor. “Karena pada dasarnya aku memang suka nonton film horor sih, jadi menurutku ya menarik dan asyik aja, aku jadi mau tahu lebih dalam proses make up efek seram itu. Selain itu, penggunaan internet itu juga bisa membuka wawasan. Kita jadi lebih tahu bagaimana membuat luka buatan itu, yang awalnya kelihatan susah, ternyata gak sesulit yang kubayangkan. Apalagi aku juga sering menggambar di kertas, jadi aku merasa pewarnaan di kertas dan di luka buatan itu sudah lumayan menguasai karena hampir mirip, hanya saja medianya yang berbeda,” jelasnya.

“Ya menurutku setelah lihat luka buatanku itu, kalau sudah jijik itu artinya sudah bagus. Jadi ya pesanku sih.... Gunakan segala kelebihan dan kekuranganmu untuk menghasilkan sesuatu. Seperti kekuranganku takut darah, kelebihanku bisa mewarna dan mau mencoba, ketika aku gabungkan, bisa jadi pengalaman baru berupa luka buatan itu,” katanya.



@ElvinAkira, Malang, Rabu, 16 Agustus 2017.

No comments:

Post a Comment